Minggu, 24 Maret 2013

Trik jitu agar anak patuh

Apakah saya dan suami, harus mematuhi aturan yang sama seperti yang kami terapkan pada anak-anak?Mengingat proses pembentukan peradaban memang tidak selalu berjalan mulus, berikut ini beberapa cara—bila memang Anda perlukan—untuk menerapkan peraturan di rumah.

Menjadi diri sendiri
Tentu saja saya akan senang seandainya rumah saya seindah rumah-rumah di majalah desain dan interior. Tetapi dengan dua anak, saya tak bisa membayangkan apa yang harus saya korbankan demi mewujudkannya. Suami dan saya memang mengenal beberapa orangtua yang bisa mempertahankan rumahnya tetap bersih mengilat. Tetapi karena kami tak punya kekuatan untuk mewujudkannya, kami bahkan tidak mencoba melakukannya.
Jujurlah pada diri sendiri tentang apa yang Anda anggap paling penting. “Kadang-kadang, orang menerapkan aturan karena dulu orangtua mereka  juga menerapkannya saat mereka masih kanak-kanak, atau karena sepertinya itulah hal yang tepat untuk dilakukan. Tapi, peraturan yang dipaksakan akan sulit ditegakkan,” kata Marvin Berkowitz, Ph.D., pengarang Parenting for Good. “Fokuskan pada beberapa peraturan yang terpenting saja, yang memprioritaskan keselamatan.”
Aprilia Kirana dari Kota Wisata, Cibubur, sama sekali tak mengizinkan putrinya, Sharen, 5 tahun, main lompat-lompatan di tempat tidur. Dan itu memang beralasan. “Neneknya pernah membiarkan dia pecicilan di tempat tidur, dan akibatnya dia terlempar dari kasur dan terluka,” kata Aprilia.
Tentunya Anda tak perlu menerapkan aturan tertentu karena terlanjur ada kejadian yang kurang menyenangkan. Intinya, masing-masing orangtua bisa menerapkan disiplin yang berbeda tergantung kebutuhan. Jadi, lakukan apa yang paling sesuai untuk keluarga Anda.

Bersikaplah logis
Apakah seharusnya ada satu set aturan untuk semua anak di rumah Anda? Tidak juga. “Pertimbangkan perkembangan masing-masing anak,” saran Karen Gouze, Ph.D., psikolog anak di Children’s Memorial Hospital di Chicago, yang juga ibu tiga anak.
Sarah dari Green Garden, misalnya, membolehkan sulungnya, Carla, 8 tahun, untuk mencuci piringnya sendiri sehabis makan, tetapi hal itu terlarang bagi adiknya. Caren, 5 tahun belum diijinkan membantu, karena takut piring yang sedang dicucinya justru meluncur jatuh. Biasanya Caren hanya akan berdiri di samping Carla dan sesekali ikut menjulurkan tangan untuk bermain-main dengan air yang mengucur dari keran.

Sesuaikan hukuman dengan pelanggaran
Anak-anak di bawah 8 tahun memiliki rasa keadilan yang kaku, dan tampaknya akan bersedia menerima konsekuensi asalkan terlihat adil dan berhubungan langsung dengan pelanggarannya, kata Gouze. “Jika seorang anak tidak mau berbagi mainan ketika temannya main ke rumah, konsekuensi yang logis adalah mencoret acara main bareng sampai beberapa hari,” katanya.
Mungkin Anda dapat mencoba memasang peraturan agar semua terlihat jelas. “Jika Anda bisa menjaga untuk tidak memakai suara otoriter Anda sebagai orangtua, posisi Anda akan lebih baik, dan Anda dapat menghindari ribut-ribut soal wewenang,” ujar Gouze. “Anak-anak tidak semudah itu melanggar peraturan yang tertulis hitam di atas putih.”

Bersikaplah fleksibel
Jika Anda memutuskan untuk mengubah suatu aturan—entah membuatnya lebih tegas atau lebih longgar—sebaiknya Anda menjelaskan alasannya. (“Mama tahu Mama pernah mengizinkan kalian makan di ruang keluarga, tapi karena ada ‘kecelakaan’ jus anggur tumpah, Mama sekarang memutuskan makan di ruang keluarga itu bukan ide yang bagus.”)  “Anda bisa menunjukkan simpati atas kekecewaan anak-anak, tapi tetap tegas dengan keputusan Anda,” kata Virginia Shiller, Ph.D., pengarang Rewards for Kids! Ready-to-Use Charts & Activities for Positive Parenting.
Sebaliknya, anak-anak yang usianya lebih besar, bisa saja ‘melobi’ agar peraturan berubah. “Kami punya peraturan ‘makanan tidak boleh dibawa ke lantai atas’, tapi baru-baru ini putri saya, 9 tahun, mengajak temannya menginap, dan ia bertanya apakah boleh makan di atas kalau mereka mengalasi lantai dengan karpet plastik terlebih dulu. Saya mengizinkan, karena solusi itu langsung mengatasi masalah yang telah memunculkan peraturan tersebut," kata seorang ibu di Virginia.

Lakukan hal yang sama
Agar menjadi panutan yang baik dan Anda tidak terlihat munafik, lakukan apa yang Anda ajarkan (meski jelas orang dewasa berhak punya beberapa kelonggaran, misalnya menonton TV sampai larut, semata karena mereka sudah dewasa).
Maria dari Serpong ingat ketika ia dan suaminya tertangkap basah bicara dengan mulut penuh oleh putri mereka, Jasmine, 5. Padahal Jasmine tahu peraturan di meja makan melarang hal itu. “Sesekali kami juga melanggar, dan sudah mengaku kami salah,” ujar Marietta, seorang ibu asal Georgia. “Saya rasa akan sangat membantu bagi anak-anak untuk percaya bahwa peraturan di rumah berlaku untuk semua anggota keluarga.”
Suami dan saya pun berusaha untuk selalu hati-hati menaati peraturan-peraturan baru yang kami buat bagi kedua putri kami, khususnya setelah Lucy menangkap basah saya main perosotan di pegangan tangga. Percaya, deh, tertangkap basah itu ternyata sungguh tidak enak.

Tamu boleh tak patuh?
Anda tidak dapat mengontrol apa yang diizinkan (atau tidak diizinkan) keluarga lain di rumah mereka sendiri, tapi Anda punya hak untuk menegakkan peraturan di rumah Anda.
Ketika Anda melihat ada anak yang melanggar peraturan, katakan dengan tenang, “Di rumah ini, kami berbuat A.” Kalau ia protes, bilang bahwa orangtuanya mengizinkan ia berbuat B, “ jelaskan padanya, ‘Di rumahmu, orangtuamu yang membuat peraturan. Tapi di rumah ini, kami yang membuatnya’,” jelas Marvin Berkowitz, Ph.D., pengarang Parenting for Good.
Sebagian besar anak akan patuh begitu mereka diberitahu aturannya, yang sebaiknya sudah Anda jelaskan sebelumnya. Namun, jika si anak tetap membangkang, berarti sudah saatnya untuk bicara pada orangtuanya (misalnya, saat si anak dijemput), atau bilang padanya ia takkan diundang bermain lagi ke rumah Anda, kecuali ia mau mematuhi aturan keluarga Anda.

sumber : www,parenting.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar